DINKES SULBAR BERUPAYA TURUNKAN JUMLAH PEROKOK

By on Kamis, 6 Juli 2017

MAMUJU KAREBA1- Di Sulawesi Barat, masalah rokok juga menjadi masalah kesehatan yang
mendapat perhatian khusus. Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian
besar perokok merokok di dalam rumah (70 %) dan begitu juga para
merokok mulai merokok pada usia dini ( Riskesdas tahun 2007 dan 2010).
Derasnya iklan rokok di televisi dan iklan rokok yang terselubung di
setiap pojok di kawasan kota maupun sampai ke desa, menambah ancaman
semakin bertambahnya jumlah perokok di Sulawesi Barat khususnya
generasi muda kita.

Pemerintah provinsi Sulawesi Barat khususnya Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Barat menyadari penuh situasi tersebut dan terus mengupayakan
cara untuk mengurangi jumlah perokok di Sulawesi Barat. Upaya
penyebarluasan informasi melalui berbagai media sudah banyak
dilakukan, demikian pula upaya penyebarluasan informasi melalui
penyuluhan langsung yang banyak difokuskan di sekolah-sekolah rutin
dilaksanakan dengan berkoordinasi dengan kabupaten kota dan puskesmas.
Kemitraan dengan organisasi kemasyarakatan seperti PKK dalam rangka
pembinaan rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) aktif
dilaksanakan dalam rangka membina masyarakat agar tidak merokok serta
bila merokok tidak di dalam rumah. Namun upaya tersebut belum optimal
karena belum ditunjang sarana dan prasarana agar orang tidak merokok
di tempat-tempat umum. Dan juga belum diperkuat dengan regulasi yang
mengatur dimana orang tidak boleh merokok, memasang iklan rokok,
mempromosikan rokok serta menjual rokok.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulbar Ahmad Azis mengatakan,
Mengingat pentingnya regulasi untuk memperkuat upaya perubahan
perilaku masyarakat agar hidup sehat terutama bebas dari asap rokok,
maka perlu ditetapkan adanya Peraturan Daerah (PERDA) yang mengatur
tentang Kawasan Tanpa Rokok ( KTR) di Provinsi Sulawesi Barat. Kawasan
Tanpa Rokok merupakan ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk
kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan
produk tembakau. Penetapan KTR ini bertujuan untuk melindungi
masyarakat terhadap ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan
tercemar asap rokok. Penetapan KTR ini perlu diselenggarakan di
fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat
anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum
dan tempat lain yang ditetapkan.

Adanya PERDA tentang KTR di Provinsi Sulawesi Barat terus diupayakan
dan saat ini sedang dilakukan pembahasan tentang  PERDA Kawasan Tanpa
Rokok Provinsi Sulawesi Barat sesuai dengan amanat UU Kesehatan yang
baru yaitu UU no 36 tahun 2009 pasal 114-116. Proses telah sampai pada
tahap final draft dan akan segera dilaksanakan pembahasan dengan
anggota DPRD Provinsi Sulawesi Barat. Mengingat pentingnya PERDA ini
maka kita berharap agar PERDA tentang KTR ini segera disahkan,
sehingga menjadi payung hukum dalam upaya menanggulangi masalah yang
berkaitan dengan rokok.

PERDA ini juga penting sebagai dasar hukum untuk pembuatan
aturan-aturan yang ada di bawahnya seperti awig-awig atau perarem yang
ada di lingkungan desa pekraman. Dan kita ketahui bahwa awig-awig
menjadi salah satu aturan yang memiliki kekuatan yang mampu mengikat
warga di desa untuk mematuhi peraturan yang ada didalamnya. Di
beberapa daerah di Sulawesi Barat telah menetapkan di awig-awignya
untuk tidak menyajikan rokok pada saat ada upacara adat. Kita berharap
hal itu juga dilakukan desa yang lain, dimana selain mengatur tentang
rokok pada saat upacara adat juga diatur tentang kawasan tanpa rokok
di masing-masing desa. Untuk itu upaya mengajak dan mencari dukungan
dari semua sector dan program terkait  dan pihat-pihak yang memiliki
perhatian terhadap masalah rokok agar terus dibina dan diaktifkan.
Pentingnya Kawasan Tanpa Rokok Penerapan kawasan tanpa rokok di
Indonesia masih jauh dari harapan. Sebagai bukti sampaiFebruari 2015
hanya 30 % (166 kabupaten/kota) yang menerapkankawasantanpaasaprokok,
dari403 kabupaten dan 98 kota di Indonesia (Kemenkes, 2015) Perlu
usaha semua pihak baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, lembaga
swadaya masyarakat bersama sama melaksanakanperaturan kawasan tanpa
rokok oleh pemerintah daerah melalui Undang-Undang Republik Indonesia
no.36 tahun 2009 tentang kesehatan pada bagian ketujuh belas pasal 115
telah enam tahun diberlakukan, tetapi tidak menunjukan hasil yang
signifikan. Solusi yang diperlukan untuk penerapan kawasan tanpa rokok
antara lain perencanaan dan implementasi kebijakan secara
desentralisasi setiap pemerintah daerah dengan advokasi ke lembaga
legislatif. Kolaborasi dengan berbagai sektor terkait untuk membangun
dukungan lingkungan masyarakat, kepatuhan terhadap peraturan peraturan
sebagai upaya penegak hukum. Pemantauan dengan evaluasi yang terus
menerus dengan menggandeng pihak akademik dalam perkembangan bukti
ilmiah dan pengalaman berdasarkan studi, survey, kasus ataupaun
penelitian