Tentang Gagal, Berjuang, Politik dan Perubahan

By on Sabtu, 5 September 2015

Penulis : Muh Gufran Padjalai

PERNAH berkali-kali gagal lalu berpikir untuk berhenti berjuang adalah sebuah keputusan yang keliru. Sebab siapa di dunia ini yang tidak pernah gagal? Untuk belajar berdiri dan melangkah saja seorang bayi harus jatuh bangun berkali-kali. Begitu pun dengan anak yang punya sepeda baru dan mulai belajar mengemudi. Jatuh bangun dan lecet berdarah-darah, tetapi percayalah, itu justru akan menguatkan dan perlahan pasti bisa memegang kendali.

Tentang belajar berjalan ini, telah dibuktikan oleh para ahli bahwa seorang anak yang melewati satu atau beberapa fase tumbuh kembang, misalnya dari mampu duduk kemudian langsung bisa berjalan, jangan dipandang sebagai sebuah kelebihan yang menggembirakan, sebab ternyata kondisi itu memiliki efek negatif jangka panjang.

Dikutif dari Tribun Kesehatan, merangkak merupakan fase pertama yang menandakan bayi sampai pada tahap mobilitas dan melawan gravitasi. Tapi bukan hanya itu, makna dari merangkak pada bayi ternyata tidak bisa dianggap sepele.

Irene F. Mongkar, pakar stimulasi anak, mengatakan, saat anak langsung bisa berdiri tanpa menjalani fase merayap lalu merangkak, itu justru membuat perkembangannya tak lancar dan mengakibatkan beberapa kerugian di kemudian hari. Merangkak kata Irene, adalah salah satu tonggak sistem koordinasi dalam tubuh.

Bayi yang melewati salah satu atau beberapa fase tumbuh kembangnya, ketika sudah lebih besar dan melakukan banyak aktivitas dalam kehidupannya, akan mengalami kesulitan menjaga tubuhnya untuk tetap berdiri dalam keseimbangan. Bahkan anak-anak dengan kondisi tersebut cenderung akan lebih sering tersungkur, jatuh atau bahkan mengalami kecelakaan yang mematikan.

Demikian halnya dalam belajar mengemudi kendaraan dan dalam hal mencapai jenjang karier tertentu misalnya dalam politik atau pemerintahan. Jatuh bangun, sering gagal akan selalu terjadi. Tapi begitulah, semua butuh proses untuk mencapai tingkat keseimbangan dalam keberhasilan.

Justru ketika ada orang yang dalam kariernya selalu sukses atau lebih cepat berhasil dalam mencapai suatu jabatan tertentu, perjalanan kariernya penting untuk dipertanyakan; benarkah ia telah murni benar-benar berjuang, atau jangan-jangan selama ini ia hanya (maaf) menjadi pecundang.

Selain itu, orang jenis ini juga penting untuk segera diingatkan agar selalu berhati-hati, sebab rentan untuk jatuh. Dan jika kemudian orang tersebut benar-benar tersungkur, jatuh atau bahkan mengalami kegagalan, maka tidak usah heran, demikianlah logika bayi belajar berjalan telah berlaku, ia jatuh karena tidak melalui tahap proses pematangan yang benar.

Cari, lihat dan baca kisah para pahlawan yang berjuang di zaman sebelum kemerdekaan, mereka adalah pribadi-pribadi berjiwa besar yang datang dari kalangan orang-orang yang prihatin dan peduli dengan nasib sesama.

Tak peduli mereka dari kalangan rakyat biasa atau bahkan seorang raja. Tapi mereka punya satu semangat, yaitu ingin melihat berubahan dan melawan kondisi yang stagnan, yaitu kondisi kehidupan rakyat yang penuh penderitaan dan keadaan pembangunan bangsa yang tidak mengalami kemajuan.

Dan semangat perubahan, hanya bisa diharapkan datang dari orang-orang yang merasa terpinggirkan. Mereka yang merasa telah mapan dan merasa telah memiliki posisi menyenangkan, sangat susah diharapkan untuk bisa membawa perubahan. Di sini harus digaris bawahi kata; me-ra-sa.

Dan para pahlawan yang berjuang melawan penjajah adalah orang-orang yang mearasa gelisa melihat rakyat negeri ini terus-menerus tersisih, terpinggirkan dan terlupakan. Sekalipun mereka ada yang hidupnya tinggal di istana dalam balutan kemewahan, tapi mereka merasa prihatin dan ikut merasakan penderitaan.

Kemewahan tidak membauat mereka terlena. Karena mereka mendengar dan melihat jerit rakyat dalam penindasan. Mereka merasa gelisah dan lalu angkat senjata.

Kesenangan dan jabatan bahkan istana mereka tinggalkan dan kemudian rela dilupakan untuk berjuang bersama rakyat demi mewujudkan perubahan, yaitu perubahan nasib rakyat dan bangsa yang ia cintai.

Mereka tidak terlena dengan kesenangan sesaat apa lagi akan berusaha untuk mempertahankan kesenangan itu. Mereka melihat kesenangan itu lebih jauh ke masa depan, bahwa ia akan senang ketika nasib bangsa dan negerinya berubah.

Dibenaknya terpatri sebuah cita-cita, negeri ini harus menjadi tempat yang lebih layak untuk tempat tinggal anak cucu. Karena itu gugur satu tumbuh seribu, para pejuang tak pernah ragu, mereka terus berjuang dan maju menantang senapan musuh. Mereka tidak pernah berpikir bahwa perjuangan sebelumnya telah pernah gagal, telah mengahabiskan banyak nyawa dan kepala yang terpenggal.

Begitulah keyakinan para pejuang yang hari ini kita kenal sebagai pahlawan. Mereka tidak pernah berhenti walau mereka sendiri mati. Jika seandainya para pejuang bangsa bepikir tentang kegagalan, yaitu kegagalan dari para pahlawan terdahulu yang tumbuh sislih berganti selama 350 tahun bangsa ini dibawah tekanan penjajah, dan mereka menganggap melawan penjajah hanya akan sia-sia karena tidak pernah berhasil selama ratusan tahun lamanya, kemudian mereka putuskan untuk berhenti berjuang, maka pasti perubahan tidak akan pernah datang, harapan merdeka tidak akan pernah terwujud, dan tanggal 17 Agustus sebagai hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia tidak akan pernah diperingati, bahkan sampai di tahun 2015 ini, kemerdekaan itu pasti tidak akan pernah bisa kita nikmati.

Tapi mereka berhasil dengan semangat yang tak pernah padam. Dan setelah merdeka saat ini, jangan pernah menganggap bahwa perjuangan telah selesai, sebab perjuangan bukan hanya untuk merebut kekuasaan dari tangan penjajah, tetapi juga salah satunya untuk kembali meluruskan cita-cita para pendiri bangsa.

Dan untuk itu, seorang pejuang kadang harus merebut dan terlibat langsung dalam lingkaran kekuasaan melalui jalur politik misalnya bersaing di pemilihan presiden, legislatif dan atau kepala daerah misalnya sebagai bupati dan atau wakil bupati yang sedang ramai saat ini.

Tetapi perlu digaris bawahi, ikut pemilihan tidak selalu harus menang dengan menggunakan segala cara, sebab motivasi mencari kekuasaan bagi seorang pejuang, bukan untuk tujuan kesenangan kelompok atau pribadinya. Tetapi untuk sebuah perubahan dari sesuatu yang telah berpuluh tahun lamanya namun dilihat masih begitu-begitu saja.

Dan juga adalah merupakan sebuah keberhasilan pejuang dan perjuangan dalam berpolitik, ketika telah terjadi kesadaran dan perubahan cara pandang rakayat dalam memanknai politik sebagai sarana menata kehidupan negara dan daerah untuk mewujudkan perubahan yang lebih baik, mewujudkan kesejahteraan dan kesetaraan dalam hidup bersama. Bukan hanya untuk menang berkuasa demi kejayaan kelompok apalagi demi kekayaan pribadi untuk dinikmati sendiri.

Menang dalam pemilu tetapi setelah itu lupa pada pemilih, bagi seorang pejuang, itu jauh lebih hina dan tidak bermartabat meski telah duduk jadi pejabat jika dibanding berada pada posisi kalah tetapi bisa berbagi derita dengan sesama di tengah keterbatasan sambil tetap penuh semangat mengumpulkan sisa potensi yang ada untuk terus melakukan perubahan atas pembangunan daerah yang masih sajah berwajah lama.

Di tengah suhu politik yang mulai bertambah hangat seiring dengan dimulainya kampanye Pilkada di empat kabupaten di Sulawesi Barat termasuk Kabupaten Mamuju sebagai ibu kota provinsi, muncul pertanyaan yang harus dijawab bersama; siapakah menurut kita masing-masing yang pantas ditempatkan pada posisi sebagai pejuang perubahan yang sesungguhnya? Mari menimbang matang-matang!

Wallahu a’lam bissawaab.