Pimpinan DPRD jadi tersangka tanpa Alat Bukti yang nyata dan jelas

By on Selasa, 24 Oktober 2017

MAMUJU Kareba1– Pakar hukum pidana Doktor Chairul Huda menjadi saksi Ahli yang di hadirkan Pemohon pada persidangan praperadilan ke 3 pada hari ini Senin, 23 Oktober 2017.

Dalam keterangan yang di berikan oleh Chairul Huda Pakar hukum pidana, sebagai saksi ahli di hadapan Hakim begitu banyak hal yang telah di sampaikan menjawab pertanyaan hakim, Pemohon dan termohon.

“Pada pasal 184 KUHAP dan Peraturan mahkamah agung no 4 tahun 2016 menegaskan bahwa berkenaan dengan pemeriksaan praperadilan tentang sah atau tidaknya penetapan tersangka harus di dasari dua alat bukti yang berkualitas, bukan hanya soal kuantitasnya saja”.

Beberapa hal menarik, seperti Dasar penetapan tersangka dugaan tindak pidana korupsi multak adanya bukti kongkret kerugian keuangan negara yang di dapatkan berdasarkan hasil Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Suatu tindak pidana belum bisa dikatakan tindak pidana korupsi jika belum menemukan kerugian negaranya. Jadi bagaimana bisa ada yang dijadikan tersangka sementara kerugian negara belum diketahui”, Ungkap Chairul Huda.

Namun dalam persidangan terungkap bahwa Tidak ada alat bukti yang nyata dan jelas tentang adanya kerugian keuangan negara pada APBD sulbar Tahun Anggaran 2016 yang di sangkakan Kejaksaan tinggi Sulselbar kepada tersangka Pimpinan DPRD Sulbar.

hal menarik lainnya yang di ugkapkan oleh saksi ahli Chairul Huda bahwa Dalam ketentuan Putusan Makhkamah Konstitusi (MK) nomor 130 tahun 2015, SPDP itu tidak boleh lebih dari 7 hari harus dikirim kepada penuntut umum, terlapor, tersangka dan pelapor sejak terhitung sejak dikeluarkannya perintah penyidikan.

“Prinsip Hukum Acara Pidana adalah asas praduga tak bersalah, Orang diberi sejumlah hak untuk bisa membuktikan tidak bersalah sampai pengadilan menyatakan bersalah atau tidak, dan salah satu haknya adalah surat SPDP itu” katanya.

Ini pun telah terungkap bahwa Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) oleh kejaksaan Tinggi Sulselbar tidak pernah di terima Oleh tersangka sejak di terbitkannya sprindik penetapan sebagai tersangka pada tanggal 04 Oktober 2017.

Terkait di soalnya kewenangan DPRD dalam hal Pokok-pokok pikiran DPRD, saksi Ahli Prof. Dr, Aminuddin Ilmar, Pakar hukum tata pemerintahan menyatakan bahwa “Proses pembahasan di DPRD adalah proses politik, dan proses politik itu tidak dapat dinilai, prosesnya bisa cepat dan bisa lambat” ujarnya.

“Permendagri 54 2010 menjadi pintu masuk Pokok-pokok Pikiran DPRD sebagai turunan Perundangan dan peraturan pemerintah, Bahwa DPRD melakukan pengecekan usulan masyarakat di lakukan adalah sampai pada pembahasan Rancangan Anggaran pendapatan dan belanja daerah ( RAPBD) sebelum penetapan APBD”.

Lebih lanjut di ungkapkan bahwa “ Jadi sebenarnya prosedurnya adalah yang penting terjadi penetapan Perda APBD, karna kalau tahapan itu yang di persoalkan karena di anggap ada yang cacat maka Perda APBD itu yang yang harus di soal terlebih dahulu, dan semua pembiayaan APBD sulbar itu menjadi tidak semua, itu konsekuensi nya”ucapnya.

Ditambahkan lagi bahwa kalau Pokok-pokok Pikiran DPRD yang di anggap masalah maka seluruh DPRD provinsi dan kabupaten di indonesia yang akan di permasalahkan, padahal Pokok pikiran DPRD itu sah sesuai peraturan perundang-undangan.#