Ketika Gelombang Laut di Pantai Mamuju Kembali Mengamuk 

By on Senin, 1 Februari 2016

MAMUJU,KAREBA1.COM – Berkali-kali lelaki tua itu menyodorkan secarik uang kertas sepuluh ribu di ujung jemarinya yang tampak hitam berkeriput, tapi bocah di hadapannya kembali menjatuhkan pantattnya di atas lantai tanah sambil menendangkan kakinya ke sana ke mari secara bergantian.

Debu tanah dan abu sisa kayu bakar dari tungku perapian yang berhamburan di lantai ruang dapur yang sempit itu segera mengepul ke udara, berputar-putar dipermainkan angin laut yang bertiup kencang, lalu sesaat kemudian lenyap bersama asap perapian yang menyelinap ke luar melalui celah bilik bambu yang tampak mulai lapuk.

Laki-laki itu kembali mengulurkan tangannya, namun bocah itu menepisnya lagi. Laki-laki itu tersenyum sabar. Ia terus berusaha membujuk, tapi bocah laki-laki yang dihadapinya itu tetap bersikuh. Ia menolak berdiri sebelum apa yang menjadi permintaanya dipenuhi.

Laki-laki itu menarik nafas panjang. Ia lalu berjalan meraih kemeja lusuh yang tergantung di dinding tengah rumahnya. Sesaat kemudian ia sudah terlihat berjalan di bawah terik matahari menyusuri jalan di antara petakan-petakan tambak.

Kali ini laki-laki itu terpaksa harus melakukannya lagi sendiri. Ia harus pergi sendiri mencari warung di mana sebungkus rokok termurah bisa Ia peroleh. Bocah laki-laki yang tak lain adalah cucunya, tidak mau beranjak karena permintaanya tidak dipenuhi. Sementara sudah sejak pagi, laki-laki tua itu belum mengisap rokok barang sebatangpun.

Laki-laki tua itu adalah, Nurdin. Ia seorang nelayan tradisional yang tinggal di sebuah perkampungan kecil di pesisir pantai Kecamatan Kalukku Kabupaten Mamuju. Pekerjaan utamanya setiap hari adalah berangkat ke lauat mencari ikan.

Namun sejak beberapa hari terakhir, Ia tidak bisa berangkat mencari ikan di laut. Hal itu terjadi sejak kondisi cuaca di perairan laut Mamuju memburuk dan gelombang laut di pesisir pantai setiap hari mengamuk. Kini hingga sampai satu bulan lebih ke depan, Nurdin terpaksa harus menghabiskan waktunya berdiam di rumah bersama anak dan cucu-cucunya.

“Tidak bisa ki lagi ke laut kalau begini keadaan. Besar ombak. Ini biasanya berlangsung sampai bulan tiga,” kata Nurdin di rumahnya Minggu (32/1) siang.

Di waktu-waktu seperti itu kata Nurdin, nelayan tradisional seperti dirinya yang hanya mengandalkan sumber pendapatan dari melaut, tidak mendapatkan penghasilan apapun untuk menutupi kebutuhan ekonomi keluarga setiap hari. Akibatnya Ia terpaksa harus “pelit” kepada cucunya untuk dapat mengirit belanja harian.

“Yang punya lahan sawah atau kebun, waktu begini bisa kembali tanam sayuran dan jangka pendek yang lain. Tapi kalau seperti saya, ya di rumah saja,” ujar Nurdin.

Nurdin menjelaskan, sebenarnya tidak semua nalayan terpakasa harus istirahat total tidak bisa melaut seperti dirinya. Sebab katanya, sekalipun saat ini cuaca sedang tidak mendukung untuk aktivitas mencari ikan karena gelombang laut di Mamuju sedang mengamuk, tapi menurutnya, jika nelayan bisa berada agak jauh ke tengah, gelombang laut biasanya akan sedikit lebih tenang.

Namun persoalannya lanjut dia, untuk bisa melaut agak ke tengah di sekitar perairan tempatnya biasa menagkap ikan, dibutuhkan peralatan tambahan. Sementara nelayan seperti dirinya, hanya bisa mengandalkan peralatan yang seadanya saja.

“Biasanya di bagian pinggir itu ombak memang kencang sekali. Tapi kalau sudah agak ke tengah tidak terasa, tapi perahu kecil seperti yang saya punya jelas tidak bisa. Kadang-kadang juga satu hari ombak agak tenang, kalau sudah begitu kita bisa keluar, tapi harus buru-bura pulang karena sering sementara di laut, ombak besar tiba-tiba datang,” kata Nurdin.

Nurdin mengungkapkan, dukungan dermaga pelabuhan juga sangat membantu para nelayan pada saat kondisi cuaca buruk seperti saat ini. Namun karena di sekitar perairan tempat tinggalanya tidak tersedia dermaga pelabuhan, maka para nelayan di Desanya, hanya bisa berangkat ke laut, jika kondisi perairan benar-benar sedang teduh.

“Makanya sekarang agak mahal ikan. Karena tidak semua nelayan bisa ke laut. Nelayan di Bakengkeng mungkin bisa karena ada pelabuhan. Tapi di sini tidak bisa. Mudah-mudahan tidak terlalu lama ombak tinggi begini,” ujar Nurdin penuh harap.

Penulis: Muh Gufran Padjalai