FPPS Sulbar Desak DPRD Bersikap Terkait Pernyataan Kontroversi Gubernur

By on Senin, 20 November 2017

Mamuju Kareba1 – Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Forum Persaudaraan Pemuda Sulawesi Barat (FPPS) ikut mendesak lembaga Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk bersikap terkait pernyataan kontroversi Gubernur Sulbar, Ali Baal Masdar yang secara

tidak langsung ingin mengutak atik Sila Pancasila.

“Jika kita cermati klarifikasi yang dilakukan ABM sapaan akrab Ali Baal Masdar atas kesalahan dalam membaca teks Pancasila

pada hari Sumpah Pemuda belum lama ini, maka bisa disimpulkan bahwa memang beliau (ABM.red) ingin menempatkan Sila Kelima

berada pada Sila Kedua atau didekatkan dengan Sila Pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa,” kata Ketua Dewan Pengurus Pusat

(DPP) FPPS Sulbar Nirwansyah, S.Ip dalam keterangannya kepada sejumlah wartawan di Mamuju, Minggu, 19/11.

Menurutnya, video klarifikasi ABM dalam unggahan melalui video yang telah beredar luas melalui media sosial (medsos)

akhir-akhir ini mengindikasikan bahwa sebelum pelaksanaan hari Sumpah Pemuda maka diawali pertemuan pada malam hari dengan

membahas isu radikalisme, terorisme dan kekerasan lainnya.

Sehingga pak ABM pada momentum penting di hari Sumpah Pemuda yang berlangsung di pelataran kompleks kantor gubernur

membacakan teks Pancasila dengan membacakan sila Kelima setelah membacakan Sila Pertama, meskipun pada saat itu langsung

dilakukan pengulangan untuk membacakan Sila Kedua Pancasila.

Kemudian lebih terang benderang lagi kata dia, pak ABM pun kembali melakukan klarifikasi terbuka terkait kesalahan membaca

teks Pancasila dihadapan ratusan Ormas Pergerakan Mahasiswa Muslim Indonesia (PMII) yang saat itu menggelar Dialog

Kebangsaan yang berlangsung di gedung Gadis Polman belum lama ini.

ABM menyebutkan, bahwa kondisi bangsa sekarang ini telah banyak terjadi aksi radikalisme, terorisme, demonstran dan aksi

kekerasan lainnya. Orang pertama di Sulbar ini merasa terobsesi ingin mendekatkan Sila pertama dan Sila Kelima lantaran

terlalu berjarakat.

Berita klarifikasi ABM tentang Pancasila kemudian ia kembali mengunggaahnya melalui akun miliknya di media sosial. Unggahan

itu dimaksudkan agar menjadi perbincangan masyarakat Sulbar untuk mengingat kembali ideologi bangsa ini yakni Pancasila.

“Saya kurang paham apa maksud pak ABM mengunggah kembali video klarifikasi tentang kesalahan membaca teks Pancasila melalui

media sosial belum lama ini. Justeru kami bertanya dengan siapa pak ABM melakukan diskusi malam hari membahas tentang

radikalisme, terorisme sebelum pelaksanaan hari Sumpah Pemuda pada waktu itu,” ungkap Anca yang juga alumni Sospol

Universitas Tomakaka (UNika) Mamuju ini.

Karena itu kata dia, DPRD Sulbar selaku lembaga resmi hendakanya mengambil sikap tegas dan memepertanyakan kepada gubernur

terkait klarifikasi kesalahan membaca teks Pancasila yang terkesan memang ingin mengutak atik sila Pancasila.

“Hal ini sangat penting dan perlu disikapi secara serius oleh lembaga DPRD Sulbar untuk meminta keteranagan langsung dari

pak gubernur. Sebab, masalah ini telah menjadi perbincangan hangat ditengah masyarakat. Kita khawatir, masyarakat Sulbar

yang dihuni multi etnik, suku dan agama merasa terusik dengan pernyataan pak gubernur. Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja

karena bisa jadi menimbulkan keresahan dalam kehidupan bermasyarakat yang nota bene telah menikmati kehidupan toleran

diantara pemeluk agama yang ada,” terangnya.

Ancha mengatakan, ideologi Pancasila sudah final. Tidak ada ideologi lagi yang harus didebatkan masyarakat Indonesia. Dia

menuturkan, berdirinya negara Indonesia juga berdasar tokoh tokoh semua agama dan suku.

“Maka Pancasila lah menjadi titik temu menjadi dasar negara kita dan kesepakatan terdiri dari berbagai suku bangsa bahasa

lokal,” tuturnya.

Ia menerankan, di dalam Pancasila semua agama, suku daerah, dan golongan bisa terakomodasi. Karena itu, apabila masih ada

pihak tertentu yang mempermaslahkan dasar negara Indonesia maka sama saja peradaban masyarakat semakin mundur.

Dia pun mengajak mahasiswa dan pelajar untuk bebas berpikir secara konstruktif demi pembangunan bangsa, asalkan tidak

menyebarkan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. (acho)