Begini Kritikan DPRD untuk ABM-Enny

By on Jumat, 13 Juli 2018

MAMUJU Kareba1 – Gubernur Ali Baal Masdar dan Enny Anggraeni genap setahun memimpin Sulbar pada 12 Mei 2018.

Dalam satu tahun pemerintahannya,  pasangan ABM-Enny menuai banyak sorotan kalangan anggota Dewa Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulbar.

Panitia Khusus (Pansus) DPRD Sulbar tentang laporan keterangan pertanggungjawaban Gubernur Sulawesi Barat tahun 2017 memberikan sejumlah catatan penting yang dituangkan dalam laporan akhir Pansus.

Ditinjau dari sisi pemerintahan, keuangan daerah, barang milik negara, pendidikan, perekonomian, kesehatan, pertanian, pekerjaan umum dan aspek kepengawaian, Pansus secara rinci memberikan catatan berisi sorotan DPRD terhadap kinerja Gubernur tahun 2017.

Berdasarkan hasil pengawasan pada Biro Pemerintahan diketahui gubernur belum melaporkan pelaksanaan penyerahan Personel, Pendanaan, Sarana dan Prasarana dan Dokumen (P3D) di wilayah Provinsi Sulawesi Barat kepada Menteri

“Ini tidak sejalan dengan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor 120/253/SJ tentang penyelenggaraan urusan pemerintahan, yang diminta kepada gubernur, melaporkan hasil pelaksanaan surat edaran tersebut setelah ditetapkan Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,” kata Ketua Pansus Ir Yahuda kepada TribunSulbar.com, Rabu (9/5/2018).

Dalam SE itu, lanjut Yahuda, jelas meminta kepada gubernur untuk melaporkan pelaksanaan SE kepada Menteri Dalam Negeri pada kesempatan pertama menjabat sebagai pimpinan daerah.

Yahuda menegaskan, pihak DPRD Sulbar merekomendasikan kepada Gubernur untuk memerintahkan Kepala Biro Pemerintahan untuk segera membuat laporan proses penyerahan P3D kepada Menteri Dalam Negeri.

Sementara dari sisi keuangan daerah, Pansus DPRD Sulbar juga menyoroti pemerintah provinsi Sulawesi Barat yang belum sepenuhnya menindaklanjuti hasil evaluasi rancangan APBD tahun 2017

Dalam laporan Pansus, terdapat beberapa catatan dan hasil evaluasi yang belum sepenuhnya ditindaklanjuti.

“Misalnya terdapat delapan kegiatan yang dilarang untuk dianggarkan dalam RAPBD tahun 2017, oleh karena penganggaran tersebut bukan merupakan kewenangan pemerintah provinsi Sulawesi Barat. Seharusnya penganggaran kegiatan tersebut dialihkan untuk mendanai program dan kegiatan prioritas sesuai kewengan pemerintah provinsi,” ujarnya.

Laporan Pansus juga menyoroti urusan barang milik daerah. Berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan pada Bandan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah diketahui, pengelola barang belum menetapkan Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBMD) tahun 2017.

“Kondisi itu, menurut Pansus, tidak sesuai dengan Pasal 1 angka 8, angka 10, dan angka 30; Pasal 10 huruf a, b dan g: Pasal 11 ayat (3) huruf a, b, dan i; serta Pasal 24 Permendagri Nomor 19 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah,”katanya.

Dalam urusan pendidikan di tahun 2017, Pansus berkesimpulan proses berjalannya pendidikan di Sulawesi Barat belum mampu mewujudkan keinginan Undang-undang 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pansus menilai terdapat beberapa problem yang menghambat proses pendidikan itu dijalankan.

Mulai dari kurangnya angka wajib belajar anak 12 tahun, dikarenakan ukuran peningkatan IPM yang menjadi standar perbandinga harapan hidup, melek huruf, dan standar hudup anak untuk seluruh negara di dunia, dari segi faktor pendidikan di Sulbar masih sangat rendah.

Namun DPRD mengakui perhatian pemerintah begitu besar pada aspek perekonomian.

Hal itu dibuktikan dengan pertumbuhan ekonomi daerah telah mencapai hasil yang cukup baik.

Berdasarkan data yang dirilis BPS tahun 2017, Sulbar bertengger pada posisi enam untuk skala regional Sulawesi-Maluku-Papua dan mengalami peningkatan 6,67 Persen.

“Tapi kondisi ini belum sejalan dengan angka kemiskinan yang sangat besar di Sulbar dengan persentase 11,9 persen. Menurut kami pemerintah masih terbilang kurang inovasi dalam melihat jumlah pengangguran yang ada,” kata dia.