Tingkatkan Partisipasi Masyarakat, Pengelola Sekolah Bisa Meniru Konsep Rumah Ibadah

By on Senin, 30 November 2015

MAMUJU KAREBA1-Peningkatkan kepedulian dan partisipasi masyarakat terhadap pembangunan, perbaikan dan pengembangan sekolah bisa ditingkatkan dengan meniru konsep rumah ibadah yaitu titik tekannya pada prinsip amal ibadah.

Hal Ini bisa dilakukan dengan memahami bahwa konstribusi (sumbangan) apa pun yang diberikan terhadap kemajuan pendidikan, merupakan perbuatan mulia dan bernilai ibadah yang akan mendapatkan imbalan pahala.

Pernyataan tersebut disampaikan Yohanis Piterson salah seorang pembicara dalam rapat koordinasi lintas sektor Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Genersi Sehat dan Cerdas (PNPM GSC) Provinsi Sulawesi Barat yang di digelar salah satu hotel di Mamuju, tanggal 27-29 November 2015.

“Jadi sekolah itu dipahami seperti rumah rumah ibadah. Konsepnya harus seperti itu. Kalau sekolah dipahami seperti rumah ibadah, maka semua orang yang menyumbang apapun, berharap mendapatkan nilai ibadah,” kata Yohanis Piterson.

Menurut Piterson, jika kesadaran seperti ini bisa dibangun, dirinya sangat yakin semua orang kan berlomba-lomba memberikan perhatian dan sumbangan sekecil apapun untuk pengembangan sekolah demi kemajuan pendidikan.

“Tapi syaratnya tentu harus ada keterbukaan dari kepala sekolah dalam pengelolaan manajemen sekolah. Jadi ketika misalnya satu atap seng rusak di gedung sekolah, orang akan beramai-ramai, Pak Kepala Sekolah itu seng satu di atas rusak saya mau sumbang ya. Ini anak-anak satu mau putus sekolah bagaimana kalau saya tangani ini. Suapay dia tidak puatus. Inilah yang harus dilakukan secara terus menerus,” urai Piterson.

Piterson menambahkan, keterbukaan pengelolaan menajemen sekolah sendiri mengacu pada undang-undang sisdiknas dimana dalam undang-undang tersebut disebutkan secara jelas bahwa pengelolaan pendidikan, harus menerapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah.

Prinsip-prinsip tersebut lanjut Piterson yang pertama adalah memperbaiki manajemen sekolah bagaimana supaya kepala sekolah dalam menjalankan manajemen sekolah harus transparan.

“Visi-misinya dipajang, RAPBS-nya dipajang, rencana pengembangan sekolahnya dipajang, terus pengelolaan anggrannya juga dipajang,” katanya.

Selain transparan, menurut mantan Kepala Bidang Pendidikan Luar Sekolah Kabupaten Polewali Mandar ini, pelayanan di sekolah juga harus aktif dan menyenangkan. Guru-gurunya diupdate pengetahuannya secara berkala. Komite sekolah juga terlibat akatif dan partisipasi mayarakat secara umum berjalan.

Ketika pengelolaan sekolah sudah bisa dibuka secara luas seperti ini kata Piterson, maka lembaga semacam PNPM GSC bisa masuk membantu memberikan pendampingan atau pelatihan.

“Misalnya ada guru tiap hari marah terus. Tiap hari ke sekolah bawa kayu. Teman-teman GSC datang, Bu daripada setiap hari bawa kayu, kami latih Ibu supaya lebih ramah,” kata Piterson berkelakar.

Piterson mengatakan, dirinya yakin, ketika semua itu bisa dialkukan secara berkelanjutan dengan melibatkan semua leading sektor, maka sekolah akan berubah.

“Dan ketika sekolah kita berubah, maka akan terjadi transpormasi sosial budaya di sana. Tetapi memang pikiran kita semua harus nyambung. Kalau sudah bisa nyambung semuanya, aman sekolah,” kata Yohanis Piterson.

Penulis: Muh Gufran Padjalai