Ini Cerita Kadir, Jurnalis yang Diseret dan Dipukul di Arena Debat Kandidat Pilkada Majene

By on Sabtu, 17 Oktober 2015

KAREBA1.COM,MAJENE– Kadir Tanniewa jurnalis salah satu media lokal di Sulawesi Barat, diseret layaknya pelaku kriminal keluar dari gedung tempat berlangsungnya debat kandadat calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Majene yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Majene di gedung Assamalewuang Majene, Sabtu (17/10/2015).

Tindakan kasar yang diikuti pemukulan terhadap diri Kadir tersebut, diduga dilakukan oleh oknum petugas pengamanan bersama sejumlah simpatisan salah satu pasangan calon.

Dihubungi usai insiden tersebut, kepada Kareba1.Com, Kadir mengatakan, saat itu dirinya hendak melakukan liputan jalannya salah satu tahapan Pilkada yang sangat ditungu-tunggu publik khususnya masyarakat Kabupaten Majene.

Kadir menuturkan, waktu itu dirinya hendak masuk ke ruang tempat berlangsungya debat kandidat. Kemudian seorang petugas meminta dirinya memperlihatkan tanda pengenal miliknya.

Kadir lalu memperlihatkan kartu identitas miliknya dari media. Tapi petugas tersebut mengatakan  bukan kartu itu yang dimaksud, tetapi kartu pengenal dari penyelenggara yaitu KPU Majene.

“Saya bilang kalau itu tidak ada dan saya juga tidak terima informasi kalau harus pakai pengenal dari KPU. Dia bilang, kami sudah diperintahkan begitu, bahwa bagi siapapun yang tidak memiliki pengenal dari KPU tidak diperkenankan masuk,” cerita Kadir.

Menurut Kadir, ia lalu berusaha menjelaskan bahwa dirinya adalah seorang jurnalis yang hendak melakukan liputan. Namun kata Kadir, petugas tersebut bertegas mengatakan, bahwa siapapun termasuk wartawan dilarang masuk.

“Saya katakan ini sudah menghambat tugas-tugas jurnalis. Ini sudah tidak benar. Ini sudah tidak sesuai aturan. Kami sangat tidak sepakat seperti itu,” ujar Kadir.

Kemudian kata Kadir, petugas dari Kepolisian tersebut mengatakan, dirinya hanya petugas dan jika protes, lebih baik langsung ke Kepala Bagian Operasi (Kabag Ops) Polres Majene.

Kata Kadir, ia lalu menemui Kabag Ops Polres Majene atas nama Bambang.

“Pak Bambang, bilang kami tidak berdaya ini pak karena memang sudah demikian. Saya katakan tapi ini harus dipahami, bapak kan sudah kenal saya, saya ini seorang wartawan di sini. Kalau saya tidak dikasi ikut, bagaimana masyarakat bisa dapat informasi dari media, karena sound sistem dari dalam juga tidak di dengar di luar, padahal informasi ini sangat ditunggu oleh masyarakat,” kata Kadir menirukan ucapannya saat berbicara kepada Kabag Ops Polres Majene sesaat sebelum dirinya diseret ke halaman geduang.

Menurut Kadir, hal kedua yang tidak memungkinkan wartawan dapat menyaksikan jalannya debat tersebut di luar ruangan, karena tidak ada monitor yang dipasang di luar.

“Karena itu, saya katakan kepada petugas, saya sebagai wartwan harus masuk untuk melakukan peliputan. Seperti apa kondisi di dalam, itu perlu diketahui masyarakat melalui media kami nanti. Tapi tidak ada jalan,” kata kadir.

Merasa tidak bisa berkomunikasi dengan petugas dari kepolisian, kata Kadir, dirinya lalu meminta supaya dipertemukan dengan salah seorang komisioner KPU untuk membicarakan jalan keluarnya.

Tapi kata Kadir, Kabag Ops Polres Majene mengatakan permintaan Kadir tersebut tidak bisa dipenuhi, sebab anggota KPU sedang bertugas dan debat sedang berjalan.

Sementara bebicara itu lah kata Kadir, ada sekempok orang yang diduga salah satu relawan kandidat, mengenakan seragam putih merah, langsung berteriak mengatakan dirinya adalah  provokator.

“Saya bilang, tolong, saya mau lakukan peliputan terkait tugas-tugas saya. Dia bilang pokoknya keluar, saya langsung diseret ke luar, ada yang pegang tangan kiri, ada yang pegang tangan kanan ada juga yang cekik leher dari belakang,” tutur Kadir.

Kata Kadir dirinya tidak terima diperlakukan seperti pelaku kriminal. Karena itu dirinya masih berusaha bicara untuk meyakinkan bahwa dirinya sedang bertugas.

“Langsung ada pukulan dari belakang, dua kali saya rasakan itu tapi saya tidak melihat, saya tidak tahu siapa yang melakukan pemukulan itu yang jelas mereka sudah berkerumun. Di situ ada lagi sekumpulan orang sepertinya juga dari relawan, mereka juga memanas-manasi suasana, mereka bilang hantam-hantam. Saya bilang pak ada apa ini, nah saya lalu dilepas di luar,” kata Kadir.

Mendengar ada ribut-ribut, kata Kadir sejumlah wartawan lain yang ada dalam ruangan langsung keluar.

Para jurnalis kata Kadir, akhirnya sepakat untuk memboikot kegiatan tahapan Pilkada yang digelar KPU Majene tersebut.

Menurut Kadir, memang dari awal, sudah kelihatan ada gejala kegiatan KPU tersebut tidak ingin dipublikasikan sebab membatasi jumlah wartwan yang boleh masuk ruangan.

Menurut Kadir, tindakan yang ia alami ini adalah bentuk perlakuan yang sangat buruk. Dirinya yang seorang jurnalis sedang menjalankan tugas, diseret dari dalam ruangan seperti pelaku kriminal, kemudian dilakukan tindakan kekerasan.

“Kenapa ada pembatasan-pembatasan media. Sementara tahapan Pilkada ini penting diketahui publik,” kata Kadir.

Karena itu kata Kadir, para jurnalis  sedang menyiapkan diri untuk melakukan aksi menentang tindakan kekerasan tersebut termasuk di Mamuju dan Makassar.

“Saya juga tadi dihubungi oleh salah satu rekan kita di Jawa Pos, dan khususnya AJI (Aliansi Jurnalis Independen), karena AJI tidak terima dengan perlakuan seperti ini,” kata Kadir.

Penulis: Muh Gufran Padjalai