Hari Jadi Daerah dan Kebanggaan Masa Lalu

By on Sabtu, 15 Agustus 2015

Penulis: Gufran Padjalai

JIKA keberadaan suatu daerah (kabupaten atau provinsi) dengan kondisi masyarakat yang telah maju di sebuah wilayah, usianya masih terbilang muda, misalnya baru sekian puluh tahun, maka adalah hal yang wajar kalau keadaannya hari ini, khususnya di bidang kemajuan pembangunan, kebudayaan dan peradaban yang datang dari masa lalu, masih belum melangkah jauh.

Tetapi jika usianya telah ratusan tahun, namun jejak peradaban yang ditinggalkan masyarakat di wilayah tersebut, tidak menunjukkan banyak bukti kemajuan yang diwariskan, maka masihkah hari jadi atau hari ulang tahun yang ditetapkan jauh ke belakang dan sengaja dibuat lebih tua, dengan maksud agar ketuaan itu bisa dibanggakan?

Atau justru jangan-jangan kita sebagai pewaris, malah akan dibuat malu dengan kenyataan bahwa daerah yang kita tinggali usianya telah sangat uzur, tetapi masyarakatnya dari masa ke masa ternyata tidak mampu berbuat banyak untuk menghasilkan peradaban maju yang layak untuk dibanggakan.

Sebab bisa saja orang di luar sana akan bicara; nenek moyang kalian selama ratusan tahun yang lalu kerjanya apa dan ke mana saja? Mengapa mereka bisa meninggalkan kalian dalam keadaan menyedihkan seperti ini tanpa jejak peradaban yang dikenal?

Lihatlah jejak peradaban kota-kota tua di dunia. Karena nenek moyang mereka kreatif, maju dan menguasai teknologi, mereka hari ini mewarisi bangunan-bangunan monumental yang membanggakan dan bersejarah.

Mereka punya gedung-gedung tua, istana, benteng, kastil dan tempat-tempat pemujaan yang hingga kini tetap berdiri kokoh dan tak hancur oleh perjalanan masa dan perputaran waktu.

Jejak pusat-pusat kebudayaan masa lalu mereka ditemukan tersebar di seantero kota. Bahkan bukti-bukti peninggalan hasil kreasi para intelektual dari kaum mereka yang hidup di masa lalu, berupa temuan dari hasil kajian dan telaah ilmu pengetahuan membuat dunia hari ini terperangah.

Tetapi kita? Sungguh menyedihkan. Tapi sudahlah. Berhenti berdebat soal kapan daerah yang kita diami ini terbentuk. Apa lagi dengan asumsi bahwa penetapan hari jadi daerah itu mesti diukur dari masa kejayaan.

Tetapkan saja. Tapi jangan paksakan diri ingin disebut sebagai bagian dari masyarakat pencipta peradaban dunia masa lalu kalau nyatanya hari ini, kita tidak menyaksikan banyak hal yang diakui dunia sebagai produk yang lahir di masa yang disebut dengan kejayaan.

Jangan bebani arwah nenek moyang kita di alam sana dengan penyesalan karena tidak meninggalkan warisan peradaban yang hari ini dapat kita banggakan kepada dunia.

Sudah cukup derita di masa hidup para leluhur kita yang ketika itu sungguh sangat berat menjalani hidup karena belitan serba keterbatasan.

Ingat, pada masa itu, juga telah dikenal apa yang hari ini kita sebut dengan persaingan, pertikaian sampai pada pengusiran dan pelarian. Dan mereka, nenek moyang kita itu, kalah bersaing. Kalah dalam menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan sehingga kita saat ini masih cenderung dianggap terbelakang.

Biarkan saja saat ini kita dianggap masih terbelakang. Tapi bukan karena itu kita lalu menciptakan cerita fiksi pernah mengalami kejayaan. Jika memang benar, toh kejayaan itu telah berlalu. Tetapi jika ternyata hanya dongeng, juga jangan salahkan para leluhur kita.

Sebab sepertinya ketika itu, nenek moyang kita berpendapat; lebih penting untuk sekedar bisa bertahan hidup daripada harus bersusah payah menguasai itu semua. Itu mereka lakukan demi untuk tetap bisa melanjutkan keturunan, sehingga kita hari ini juga ada.

Kewajiban kita sekarang adalah, berusaha dengan keras untuk menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, keterampilan dan ekonomi. Sehingga kita bisa mengembangkan budaya, tetapi jangan lupa pada agama.

Setelah itu kita bangun peradaban yang bisa dibanggakan, dengan begitu kita tidak akan disesali oleh anak cucu kita dikemudian hari.

Wallahu a’lam bissawaab