EKSPLOITASI TAMBANG BATU GAJAH PT PUTRA BONDE MAHATIDANA: ANCAMAN KRIMINALISASI, PERAMPASAN TANAH & RUANG HIDUP RAKYAT

By on Kamis, 2 Maret 2023

PERS RELEASE WAHANA LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA SULAWESI BARAT

 



Rencana operasi produksi pertambangan batu gajah di Desa Banua Sendana, Kecamatan Sendana, Kabupaten Majene sejak awal telah mendapat respon penolakan dari warga sekitar. Penolakan tersebut banyak di latar belakangi oleh adanya beberapa lahan warga yang dimasukkan dalam konsesi Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dari PT Mahatidana, tanpa sepengetahuan mereka. Tidak hanya itu, warga juga berpendapat, jika pertambangan tersebut dilakukan. Maka, warga akan senantiasa dihantui ancaman bencana ekologis, seperti banjir dan lain-lain.

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari tapak, bahwa komoditas tambang yang nantinya akan diproduksi oleh PT Mahatidana, akan dikirim ke Kawasan Ibu Kota Negara (IKN) melalui Pelabuhan Perikanan Nusantara yang terletak di wilayah Palipi. Seperti sejak awal yang kami sampaikan, bahwa pemindahan IKN tidak hanya akan menjadi program yang merusak wilayah yang akan menjadi tempat berdirinya IKN baru, tetapi wilayah yang dianggap atau ditetapkan menjadi penyangga IKN, juga secara perlahan akan dirusak dan dihancurkan.

PT Mahatidana sekalipun tidak pernah secara jujur untuk menyampaikan dampak dari daya rusak yang akan dihasilkan dari ekploitasi pertambangan tersebut. Padahal, warga selama ini menuntut agar dokumen UKL-UPL dari operasi produksi diperlihatkan kepada warga, tetapi hingga saat ini, perusahaan serta pemerintah masih menyembunyikan dokumen tersebut.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan untuk memuluskan rencana tersebut, diantaranya adalah, dengan mengerahkan Oknum yang diduga aparat keamanan setempat untuk mengintimidasi warga, agar warga menandatangani surat perjanjian penyerahan lahan mereka..


Selain itu, untuk lahan yang akan menjadi akses jalan tambang, PT Mahatidana, berniat untuk menyewa lahan tersebut dengan biaya 500 ribu untuk waktu 6 bulan. Sementara. lahan tersebut merupakan lahan produktif, terdapat tanaman pohon kelapa yang notabenenya menjadi sumber penghidupan warga, Jika lahan tersebut diserahkan, secara otomatis warga akan kehilangan sumber penghidupannya, dan jika warga menolak untuk menyerahkan lahan meraka, maka warga akan dilaporkan ke pihak yang berwajib.

Kami secara tegas mengatakan bahwa apa yang sedang dilakukan oleh warga untuk mempertahankan tanah dan ruang hidupnya merupakan hak konstitusional mereka yang dilindungi hukum. Serta berbagai hal yang hari ini juga sementara dilakukan oleh pemerintah dan PT Mahatidana, merupakan perbuatan yang melanggar hak asasi manusia itu sendiri. Dan atas perlakuan ketidak adilan pada lingkungkungan dan masyrakat tingkat tapak WALHI Sulbar mengecam aktifitas pertambangan tersebut. Juga, segala aktivitas rencana pertambangan di kawasan tersebut agar segera dihentikan.


Narahubung: 085298306009 (Alfarhat Kasman – Campaigner WALHI SULBAR)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

9 + seventeen =