Birokrasi dan lompatan Politik di Sulbar

By on Rabu, 11 Januari 2017

Penulis  : Suhardi Duka

Banyak yang mengatakan bahwa birokrasi itu tidak berpolitik, dan independen dalam setiap Pilkada dan tidak dalam pusaran politik kandidat. Kalau ASN melompat di area politik maka harus rela melepas NIP Nomor Induk Pegawai alias keluar dengan hak pensiun atau berhenti sama sekali. Bagaimana dgn faktanya ?.

Fakta sesungguhnya tidak semua seperti itu. Banyak justru pejabat masuk di pusaran politik lebih awal kemudian kariernya melejit. Banyak pula harus rela dilengserkan jadi pejabat karena lompatannya salah.

Memang politik itu bukan area gelap. Iya dapat dikaji dan sangat terukur. Hanya saja tidak boleh mengkajinya dengan hanya menggunakan satu teori atau satu pendapat para ahli saja, mengingat politik adalah analisa sosial yg dinamis.

Para birokrat ingin mengingatkan, gunakan teori dan analisa yang tajam dalam Pilgub ini mengingat kompotisi ini cukup ketat, antara Messi dan Ronaldo masing-masing punya massa fanatik.

Baca juga tulisan2 saya sebelumnya, alangkah banyak analisa yang saya berikan. Saya pernah melawan birokrasi, mulai dari Sekda sampai kontrak-kontraknya, selesai Pilkada, saya dilantik saya tidak pernah ganti Sekda bahkan selama 10 tahun. Kini, ia yang menggantikan saya
menjadi Bupati, demikian juga pejabat lainnya.

Tapi ada juga yang lari sebelum saya dilantik karena menduga pasti akan dinonjobkan setelah saya dilantik. Dugaan itu selalu berbahaya karena dugaan bisa ya bisa tidak. Pelajari cara berpikir orang/tokoh, jangan cara berpikir anda dijadikan standar berpikir orang lain. Cara aman adalah profesionalisme, karena ASN yang profesional, siapapun pejabatnya bukan urusan tetap akan terpakai karena adanya keahlian dan profesional yang dimiliki. Pendekatan mutu dan kemampuan adalah cara yg paling aman bagi ASN.

Rata-rata masa kerja ASN sekitar 30 tahun. Di 10 tahun terakhir menjadi momen yang sangat penting karena pangkat sudah berada pada posisi IV/b. Dengan pangkat itu dan mengambil posisi profesional jauh lebih baik ketimbang bermain di facebook, menjelekkan orang yang tidak
didukung, atau menggunakan akun palsu.

Demikianpun dengan lompatan politik yang keliru bisa saja ASN menjadi tidak produktif. Hanya memang tidak disangkal bahwa setiap orang, memiliki minat yang besar di politik karena politik selain ilmu, juga seni. Seni menganalisa perilaku politik dalam masyarakat serta mengolola kekuasaan dalam berorganisasi.

ASN yang apriori bisa saja salah lompat dan ini yang berbahaya, karena tidak lagi obyektif dalam menganalisa fakta karena didorong oleh rasa berseberangan yang berlebihan.

Disayangkan kalau justru yang bersangkutan dibutuhkan keahliannya di birokrasi di sisi yang lain ASN yang tidak memiliki keahlian tapi posisi politiknya bagus maka akan mendapat posisi yang baik.

Sesungguhnya pergantian pemerintahan di suatu wilayah bukanlah pergantian rezim. Tidak seperti di kabinet karena para Menteri adalah pejabat politik, tapi para Dirjen tidak berganti seperti kabinet. Demikian juga SKPD di Pemprov. Sejauh dapat menyesuaikan dan mengikuti
ritme Gubernur terpilih maka akan terus berlanjut.

Idealnya seperti itu, akan terapi kalau semuanya masuk di area politik maka sulitnya bagi Gubernur terpilih untuk bisa mempercayai loyalitas yang semu. (*)