Masyarakat Sulbar menagih janji Gubernur Sulawesi Barat mencabut Sejumlah izin Perusahaan tambang

By on Sabtu, 10 Mei 2025

Mamuju-Jumat, Ribuan warga yang menolak pertambangan pasir dari Desa Karossa, Silaja-Dapurang, Kalukku Barat, Budong-budong dan Beru-beru kembali mendatangi kantor Gubernur Sulawesi Barat. Kemarin jumat 9 mei 2025.

Kedatangan warga kali ini merupakan tindak lanjut dari aksi pada 5 Mei 2025 untuk menagih janji dari Gubernur Sulawesi Barat agar segera mencabut izin pertambangan PT Alam Sumber Rezeki, PT Yakusa Tolelo Nusantara, PT Jaya Pasir Andalan, CV Surya Stone Derajat dan PT Tambang Batuan Andesit, yang telah mangancam keselamatan dan ruang pangan warga.

Gubernur Sulbar, Suhardi Duka sempat menemui massa dan menyampaikan akan mencabut izin yang melanggar aturan hukum dan langsung meninggalkan lokasi tanpa memberikan kesempatan warga untuk menyampaikan tuntutannya secara langsung.

keterangan yang disampaikan SDK tidak hanya sekedar gimik, melainkan itu adalah muslihat yang sedang diorkestrasikannya untuk menutupi kebebalannya serta melindungi kepentingan pemodal dibelakangnya. Hal ini dikarenakan, berdasarkan temuan invetigasi lapangan, bahwa tidak ada izin usaha pertambangan di Indonesia, secara khusus Sulawesi Barat yang diterbitkan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Misalnya, dalam banyak temuan penerbitan izin pertambangan seringkali memuat mengandung unsur korupsi politik. Korupsi politik dapat terjadi ketika pejabat yang berwenang menggunakan kekuasaannya hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya dengan bentuk imbalan untuk mempercepat proses penerbitan izin.

Konflik kepentingan ini nyatanya telah melibatkan SDK sendiri. Salah satu perusahaan tambang pasir yang berlokasi di muara Sungai Sampaga CV Surya Stone Derajat dengan luas konsesi 15 Ha.

Berdasarkan catatan dari situs resmi pemerintah Minerba One Data Indonesia yang diakses pada 9 Mei 2025, pukul 03.04 WIB. Terdapat lima orang pemegang saham pada perusahaan ini, diantaranya adalah Ali Syahrir Cahyadi, H Suryadi Wahid, Husain, Yusuf dan Muhammad Zulfikar Suhardi. Masing-masing dari mereka memiliki saham sebesar 20 persen.

Zulfikar Suhardi merupakan anggota DPR RI fraksi partai Demokrat. Ia menggantikan ayahnya, yang saat ini menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Barat yaitu Suhardi Duka.

Kasus lain yang diduga kuat memiliki muatan konflik kepentingan yang berimplikasi pada korupsi politik adalah ketika Dinas PUPR Provinsi Sulawesi Barat mengeluarkan surat edaran dengan nomor B/400.7.5.4/183/2024 yang berisi tentang Pemberian Izin Penggunaan Jalan Provinsi Ruas Salubatu – Bonehau.

Penerbitan surat edaran ini sangat ugal-ugalan, sehari setelah warga Bonehau melakukan pemalangan jalan dan tidak membiarkan aktivitas hauling coal dari PT Bonehau Prima Coal.

Penggunaan sarana dan prasana Jalan umum sebagai keperluan individu Atau Badan Hukum, haruslah mengacu pada Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Atas Perubahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Dalam Pasal 12 Dan Pasal 42 Pasal 63 Menjelaskan:

Dalam pasal 12 dijelaskaan: (1) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan. (2) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang milik jalan. (3) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang pengawasan jalan.

Lebih lanjut dalam pasal 42 dijelaskan: Setiap orang dilarang menyelenggarakan jalan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dengan demikian SE dari Dinas PUPR untun kepentingan hauling PT BPC tidak dapat dijadikan sebagai alas hukum dan jelas bahwa ini merupakan perbuatan melawan hukum

Temuan lain yang mengindikasikan terjadinya pelanggaran hukum adalah tidak adanya pelibatan warga bahkan manipulasi atau pemalsuan tandatangan warga.

Seperti yang terjadi di Kalukku Barat dan Beru-Beru, warga sama sekali tidak pernah menerima ataupun menandatangani berita acara sosialisasi terkait akan adanya aktivitas perusahaan tambang pasir milik PT Jaya Pasir Andalan di wilayah mereka. Namun, perusahaan tambang tersebut memperlihatkan bahwa warga telah menyetujui aktivitas mereka. Hal ini menandakan bahwa perusahaan tambang tersebut telah melakukan manipulasi atau memalsukan tandatangan warga.

Sama halnya di Karossa, warga sama sekali tidak pernah menerima ataupun mengetahui adanya sosialisasi dari perusahaan PT ASR. hal ini menunjukkan, bahwa proses penerbitan izin tambang tersebut cacat formil. Dapat dipastikan, rencana penambangan yang akan dilakukan perusahaan tersebut merupakan aktivitas ilegal dan tindakan perbuatan melawan hukum.

Alfarhat Kasman
Juru Kampanye Nasional JATAM
085298306009

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *