Agama, Budaya, dan Negara-Bangsa

By on Jumat, 9 Maret 2018

Manusia sebagai makhluk sejarah, identitasnya terbentuk dalam budaya. Hanya saja, ada sejarah yang dijalani, ada juga sejarah yang merupakan obyek pengetahuan. Bahkan, secara diam-diam ataupun secara terus terang, banyak klaim mengenai sejarah “yang direncanakan”‘

Apakah ilmu sosial sedang mengikuti trend “back to nature”? Atau mungkin itu adalah ornamen dari acuan-acuan politik ekonomi politik pasca pembangunanisme?

Berbagai peristiwa saling terkait, apakah itu merupakan hitungan opini atau keterkaitan itu merupakan indikasi mengenai organisasi kesejarahan menyangkut kekuasaan?

Dua dekade lalu, keterkaitan itu baru ada dalam teks buku-buku mengenai ketergantungan subyek terhadap materi sebagai ancang pijakan. Saat ini, keterkaitan itu membentuk persepsi soal jaringan di satu sisi dan keseragaman di sisi lain.

Keseragaman dalam hal ini, salah satu penjelasannya justru ada di wacana masa lalu mengenai hasrat kekuasaan. Dan situasinya menggelar kondisi-kondisi ihwal sosial ekonomi dan sosial politik berbentuk “ledakan-ledakan”.

Pada substansi, tentu kita semua saling berhitung soal apa yang bergerak maju dan di mana (mungkin) terjadi kemunduran (sejarah). Termasuk ketika hal yang seakan kita semua dapati adalah mengenai (kebangkitan kesadaran) agama.

Sedikit mengenai pembangunanisme, ada bentuk obyektif bahwa dalam hal Indonesia, (pembangunan) itu semacam peresmian ideologi berbasis ‘akal instrumental’ ketika apapun bisa dianggap baik dan benar sejauh bagaimana negara merumuskan “dalam rangka…”-nya.

Maka, kita mendapati reproduksi norma yang diatasnamakan “etika politik” yang moralnya malah membuat sempit moral kebangsaan. Cetakan yang terbentuk sejak Orde Baru, adalah bagaimana nasionalisme menjadi negaraisme dan patriotisme menjadi partaisme. Menurut saya, di situlah akar KEKERASAN POLITIK di Indonesia. Selamat malam.

Penulis: Agus Subhan Malma